Apa yang terlintas ketika mendengar kata "Cinta"?
Cinta adalah ketika dua hati menjadi satu. Hidup penuh bahagia dengan orang terkasih hingga maut memisahkan. Suka-duka dilalui berdua, susah-senang dijalani bersama. Makan dengan nasi dan kecap pun tak jadi soal asalkan engkau berada di sisiku. Ya, itulah gambaran ideal tentang cinta. Semua tantangan hidup penuh aral tak berarti besar ketika Yang Tercinta selalu menyemangati.
Namun realitas cinta tak selalu berakhir seperti kisah Cinderella atau Sleeping Beauty, di mana pangeran tampan hidup berbahagia selamanya dengan sang putri yang dia cintai. Kenyataan begitu kompleks, sehingga mencintai pun tak semudah hanya dengan bersama sampai ajal. Dalam hidup yang penuh dengan pandangan sinis dan penghakiman dari manusia, cinta berubah menjadi sebuah konstruksi sosial, di mana kesempurnaan adalah landasan untuk mengarungi kehidupan. Apakah itu fisik yang mempesona, kecukupan finansial, hingga persamaan suku dan keyakinan.
Kontradiksi tentang cinta inilah yang diramu oleh kedua penulis, Alldo Felix Januardy dan Muthia Zahra Feriani, dalam sebuah buku saku dengan perspektif yang berseberangan. Kumpulan cerita pendek tentang keyakinan akan cinta, hingga keraguan yang akhirnya menjadikan manusia menyerah untuk percaya dengan cinta yang dipandang artifisial.
Ketika manusia berbicara tentang keyakinannya pada cinta, hal itu menjadi pelecut untuk terus bertahan dalam hidup. Cinta menjadi semacam tujuan yang pantas diperjuangkan. Cinta menjadi bukti tentang eksistensi manusia. Ketika kehadiran seorang manusia bagaikan sebutir debu nebula di semesta, pada saat bersamaan pula dia adalah pusat semesta bagi seseorang. Cinta pun menjadi bahasa untuk mengekspresikan rasa. Tak perlu lewat derasan kata, karena jutaan kata dari seluruh penjuru alam tetap tak akan mampu menjelaskannya. Cinta hanya perlu hati untuk tempat menampung rasa yang tak akan pernah ada habisnya.
Namun cinta telah berubah menjadi sangat menyedihkan hingga membosankan ketika manusia hanya bisa menuntut untuk memenuhi segala aspek duniawi: seksualitas, kemapanan, keegoisan, dan ketakutan menghadapi cinta itu sendiri. Atas dasar itu kita jadi tak percaya cinta karena begitu sombong untuk merasakan luka. Cinta menjadi momok menakutkan karena kebodohan kita tidak berani bertaruh mengambil resiko apapun untuk memperjuangkannya.
Cinta dalam cerita ini adalah tentang kesempurnaan, namun tergantung kita lah yang mempersepsikan kesempurnaan itu.
Setiap orang ditakdirkan untuk percaya dengan cinta. Fitrah manusia adalah untuk dicintai dan mencintai. Setidaknya Tuhan tak pernah meninggalkan kita sendirian ketika cinta manusia pada sesamanya sangat sering menyakiti.
Cinta menjadi perih ketika kita hanya menuntut kesempurnaan seorang individu tanpa menyadari jika manusia itu tak ada yang sempurna. Cinta itu bukan untuk mencari seseorang yang sempurna, tapi menyempurnakan yang ada pada seseorang. Aku tak akan pernah bermakna tanpa kehadiran Kamu. Karena kekurangan Kamu, maka Aku mampu mengisi celah kosong untuk melengkapi Kamu. Sebaliknya, apa jadinya jika Aku sempurna, maka tak ada kesempatan bagi Kamu untuk mengisi relung-relung yang Aku punya.
Kamu membuat Aku ada dengan apa adanya diri ini. Maka keberadaanmu menjadikanku percaya, tak hanya pada cinta, tapi pada hidup itu sendiri...