Thursday, December 3, 2015

Dia Yang Bernama Setia

Namanya Setia...
Tapi cermin lakunya bagai perangai seorang pelacur.

Bukan!
Dia tak tawarkan tubuhnya, karena tak seorang pun menginginkan tubuh yang telah dipenuhi keriput dan sel kulit mati. Dia melacurkan pikirannya. Kelicikannya digunakan untuk menggadaikan negara demi kepentingan pribadinya.

Ya!
Dia senang sekali menampilkan wajah yang bukan aslinya. Topeng yang selalu dia kenakan adalah hasil dari pencatutan nama orang lain.

Namun...
Dia juga konon merupakan keturunan siluman belut. Dengan sifat asli dari sang leluhur yang licin, dia selalu saja dengan mudah lolos dari jeratan sanksi, etik maupun pidana.

Entahlah...

Sungguh ini sangat mengganggu pikiranku. Membuatku kembali pesimis dengan masa depan negara yang kian morat-marit karena diperintah oleh para pelacur berdasi seperti Setia.

Dia yang bernama Setia...
Sudah bersumpah akan selalu menyertai rakyat yang diwakilinya. Namun dia telah berselingkuh dengan para kapitalis demi memperkaya dirinya sendiri. Semua orang patah hati, dan berubah jadi galau.

Monday, November 23, 2015

ADRIA

Ini entah kali ke berapa dia menangis...


CERITA SANG MUKENA

Selama dua minggu terakhir, pada tiap penghabisan raka'at, dia selalu sujud lebih lama dari biasanya. Bagaikan Bendungan Katulampa yang bocor di musim penghujan, airmata mengalir begitu deras. Serupa Jakarta, sajadah pun banjir. Aku, Sang Mukena, jadi ikutan basah kuyup.

Namun aku dan sajadah tahu, dia sedang bermohon pada Tuhan agar suaminya selalu diberi kesehatan dan dihindarkan dari marabahaya. Sudah dua minggu ini suaminya pergi berdinas. Dia tinggal sendirian di rumah. Tiada yang bisa dilakukannya selain hanya berserah pada Tuhan agar DIA menjaga dan menyelamatkan suaminya agar kembali pulang ke rumah.

Tiap kali dia berdoa tentang suaminya, aku rasakan Arsy Tuhan berguncang. Doa itu begitu lirih dan menghamba. Aku saja yang mendengarnya jadi ikut berdoa pada Tuhan agar DIA mau mengabulkan doa perempuan ini. Jika aku bernyawa dan menjadi istri seperti dia, aku pasti akan selalu memohon agar Tuhan selalu menjaga suamiku. Aku mengerti perasaannya lewat rembesan airmata yang terserap dalam pori-pori kainku.

Namanya Adria, dan dia sangat merindukan suaminya...


CERITA SI BANTAL

Selama dua minggu terakhir, pada tiap malam yang menjelang, dia sudah berbaring di atas ranjang. Biasanya ranjang itu akan ditiduri oleh dia dan suaminya. Namun kali ini suaminya pergi berdinas, sehingga dia tidur sendirian di ranjang itu.

Dia menangis dalam kesendiriannya. Dalam tangis itu, dia memelukku, Si Bantal. Airmatanya tumpah ruah membasahiku. Dia tak peduli jika kain pembungkusku baru saja diganti, dan kini harus kotor lagi. Wangi parfum hasil laundry kiloan itu akhirnya tersapu dan hilang.

Aku, guling, dan ranjang tahu, dia merindukan suaminya. Biasanya dia selalu mengabaikanku dan guling karena selalu dipeluk dan memeluk mesra suaminya. Sesekali mereka bercinta dengan hebat, aku dan guling selalu tersingkir jatuh ke bawah. Seprai pun menjadi morat-marit seperti habis kalah perang.

Tapi kini dia memelukku, teringat pada suaminya. Selama dia memelukku, aku bisa mendengar bisikannya yang masih berdoa pada Tuhan agar suaminya diberi keselamatan dan kesehatan, agar bisa kembali pulang ke rumah. Jika aku bernyawa dan menjadi seperti dia, aku juga akan berdoa pada Tuhan agar selalu menjaga suamiku. Aku mengerti perasaannya lewat rembesan airmata yang terserap dalam pori-pori kainku.

Namanya Adria, dan dia sangat merindukan suaminya...


CERITA SEEKOR CICAK

Selama dua minggu terakhir, pada tiap hari yang kuhabiskan dengan berburu nyamuk di kamar ini, aku melihat dia menangis. Kamar ini dulunya sangat ramai. Tak hanya oleh suaraku, melainkan tawa riang ketika dia dan suaminya saling bercerita dan bercanda. Jika malam tiba, suasana lebih gila lagi karena ada desah-desah dan erangan liar. Mereka selalu bermandi peluh, namun kemudian tersenyum dan tertawa lagi.

Tapi kali ini dia menangis karena suaminya sedang pergi berdinas. Wajahnya yang dulu bersemu merah kini jadi pucat. Dia merasa sunyi sekali berada di kamar sebesar ini sendirian. Setiap malam kadang kulihat dia menatap layar smartphone, berbincang lewat video call dengan suaminya. Namun itu tetap tak mampu mengembalikan senyum manisnya.

Ketika aku merayap di dinding yang dekat dengannya, aku bisa mendengar gumam lirihnya yang terus berdoa pada Tuhan agar suaminya dijauhkan dari segala hal yang dapat membahayakan keselamatannya. Dia selalu berdoa pada Tuhan agar suaminya bisa pulang ke rumah secepat mungkin. Jika aku menjadi dia, aku pun pasti akan berdoa pada Tuhan agar selalu menjaga suamiku. Aku mengerti perasaannya, karena aku pernah mengecap asin airmatanya yang jatuh ke lantai.

Namanya Adria, dan dia sangat merindukan suaminya...

Wednesday, November 18, 2015

Untuk Kembali Padamu

Sudah kubilang padamu, jangan menanti bila tak sanggup menunggu! Tapi tetap saja kau lakukan itu. Mengapa kau sebodoh itu? Apa yang kau harapkan dari seorang pemimpi macam aku?

"Aku cinta padamu." Itu yang kau bilang padaku.

Cintalah alasanmu melakukan rutinitas menjemukan: menunggu!

Cintalah alasanmu tetap setia pada si lugu berambisi besar ini.

Cintalah alasanmu untuk tak kan pernah meninggalkanku berjalan sendiri menopang cita-citaku

Kau selalu menangis tiap aku pulang larut malam.
"Aku mencemaskanmu." Begitu katamu padaku.

Kau selalu menangis tiao aku lembur di Sabtu-Minggu.
"Aku merindukanmu." Begitu ujarmu padaku.

Kau selalu saja menangis...

Aku memang tak peka...

Tak kubawakan kau setangkai bunga tiap aku pulang ke rumah, karena aku telah tertekan beban pekerjaanku.

Tak kuajak kau pergi berjalan-jalan, karena aku terlanjur sibuk dengan urusan kantorku.

Namun kulakukan itu untukmu...
Aku menaklukkan dunia untuk kupersembahkan padamu.
Aku membanting tulang untuk mencukupi keperluanmu.
Aku melakukan semua ini karena aku mencintaimu.

"Cinta kita ini adalah cinta yang sampai mati," kataku suatu hari padamu. Kau menangis lagi sambil memelukku erat, seolah tak membiarkanku lepas.

Kau tahu...
Kita bersama bukan untuk menjadi pasangan yang biasa-biasa saja.
Kita bersama untuk mengubah dunia, mengejar mimpi.

Karena kita tahu, kita utuh bila bersama. Karena kita tahu, kita berarti bila bersama.

Jangan kau takut kutinggalkan demi pencapaian mimpi-mimpiku. Aku selalu kembali padamu. Karena kau alasanku melakukan semuanya.

Wednesday, November 11, 2015

Kembali Pada Awal

"Kau kenapa lagi?"

Tanya itu bernada marah. Namun di satu sisi kau rasakan juga kebosanan pada intonasinya.

"Aku mau kembali pada awalku," jawabku sekenanya.

"Semua orang juga lelah. Tolong jangan bersikap manja," katanya menimpali.

Ya, aku tahu. Bukan hanya aku orang yang lelah di dunia ini. Bukan hanya aku yang merasa kebosanan di dunia ini. Bukan hanya aku yang pernah menderita di dunia ini. Bukan hanya aku...

Tapi aku lelah. Aku mau kembali pada awalku! Itu saja.

"Kau tahu kan kalau para singa itu selalu lapar setiap kali melihatmu terlentang. Cuma kau yang mampu meredamkan gairah dan ambisi mereka. You are the lioness. Kau bisa menjinakkan mereka," katanya lagi. Aku melotot memandangnya.

"Mereka itu pejantan. I am not everything they all need. Sekali tiada, mereka mampu temukan yang sepuluh kali lipat lebih merangsang daripada aku."

Dia tertawa sekeras-kerasnya, sejadi-jadinya. Hingga akhirnya dia batuk dan hampir sesak nafas.

"Manis, kau yang lebih membutuhkan mereka. Kau sudah sangat menikmati persetubuhan bukan? Mampukah kau hidup tanpa mengandalkan lubang di sela pahamu itu?" tanyanya lagi.

Aku tertawa sinis.

"Kau pun mampu hidup sampai saat ini tanpa harus menyebarkan benih dari ujung paruh burungmu!" jawabku.

"Sayang.. Itu bukan mauku. Seorang maniak gila yang membuat burungku tak pernah bisa bangun lagi," katanya menimpali.

"Sebab kau bodoh dan pengecut! Siapa yang tak kan mengamuk begitu mereka tahu kau gesekkan burungmu di lubang seorang bocah lelaki?!"

"Ya ya ya... Itu masa lalu. Tak perlu kau ingatkan kepedihan itu padaku. Aku jadi ingin menangis mengenang waktu terindah itu. Setidaknya aku sempat merasakan nikmatnya. But, here I am.. Still alive and survive."

Aku tertawa meremehkannya lagi.

"Tapi, Sayang, aku berbeda darimu," lanjutnya. "Kujalani takdir sebagaimana adanya karena aku memang tak bisa menyalurkan gairahku lagi. Bagaimana denganmu? Bisakah kau hidup?"

Aku kembali menatap ke depan dengan tatapan nanar. Ya, mungkin dia benar!

Begitu nikmat rasanya saat percumbuan itu terjadi. Deru nafas saling memburu saat aku dan mereka bercinta. Bahkan ketika jari-jari kami saling menari di antara lekuk tubuh yang telah menggigil karena tak sanggup menanggung perseteruan itu.

Ya, mungkin dia benar! Aku memang tak kan sanggup meninggalkannya. Percumbuan itu, begitu penuh sensasi yang membuatku semakin hidup. Aku menginginkannya, walau aku jijik dengan tubuhku sendiri.

"Tetap saja, aku mau kembali pada awalku," akhirnya aku memutuskan. Aku kemudian berjalan pergi meninggalkan dia.

"Kau memang tak bisa hidup sepertiku," katanya lagi untuk terakhir kali.

Ya, aku tahu... Dia memang benar. Aku tak bisa hidup sepertinya dengan menahan semua gejolak itu.

Itu sebabnya, esok pagi warga sekitar menemukanku tergantung dengan lidah menjulur di cabang pohon tanjug tertua di kampung.

Tuesday, November 10, 2015

Batas

Aku seorang petugas di kamar mayat!

Tugasku sehari-hari adalah membersihkan tubuh-tubuh yang baru saja selesai meregang nyawa itu agar tidak terlalu cepat membusuk. Kumandikan mereka dengan lembut, kuberi wewangian, dan kubalut tubuh telanjang mereka agar tertutuplah segala keburukan.

Mayat-mayat itu kuperlakukan bak seorang raja. Bukan! Bukan karena aku merasa bergairah melihat tubuh-tubuh tanpa nyawa itu menjadi tak berdaya sehingga aku bisa melakukan apapun pada mereka seperti tiap kali aku melihat ketakberdayaan perempuanku sehabis kami bersenggama. Tapi aku sangat memuja kematian.

Jika kau mati, semua beban penanggungan dunia terlepas dari pundakmu. Kau akan kembali pada permulaan: ketiadaan.

Aku merindukan kematian. Kupikir rasanya akan lebih indah dibandingkan orgasme.

***
Lelaki di depanku ini bodoh! Dia merindukan kematian. Bah!

Apa yang kau tahu tentang mati selain ketiadaan? Kau pikir eksistensimu begitu saja melebur ketika kau mati? Tidak ada awal dan akhir setelah kau mati. Waktu serasa tak berbatas. Tak ada gelap, namun cahaya pun tak tampak. Kau masih ada. Namun kau tak tahu di mana. Kau hanya bisa merasakan kosong.

Itukah yang kau bilang lebih indah dari orgasme? What the hell?! Aku rela menukar nyawa kita asalkan masih bisa merasakan sensasi seks itu di lubang kemaluanku. Daripada berada di sini, aku tak tahu apa yang akan terjadi, dan apa yang harus dilakukan.

Kau tahu kalau menunggu itu membosankan?

Tak ada yang bisa kau lakukan. Berharap segera ada akhir, adalah satu-satunya hal yang bisa dilakukan ketika menunggu. Dan aku tak mau menghabiskan sisa hidup hanya dengan menunggu. Eh, sebentar! Aku kan sudah mati, tentu saja!
Aku merindukan kehidupan. Aku ingin kembali orgasme.

***
Dasar manusia!

Mereka tidak pernah bersyukur atas apa yang mereka dapatkan. Ada yang tak mensyukuri segala bentuk penghidupan, dengan demikian memilih mati. Namun ada juga yang terlalu mencintai hidup, sehingga lupa jika mereka akan mati.

Hidup dan mati hanya rangkaian perjalanan yang keduanya harus kau tempuh. Tak bisa kah kau mensyukurinya. Alih-alih menggerutu, kenapa tak kau maksimalkan saja amunisimu dalam menghadapi fase itu?

Tapi aku tak punya hak untuk menjustifikasi. Tuhan mengutusku hanya untuk menjalankan perintah-NYA, bukan untuk menilai manusia.


Hanya saja aku masih ingin tertawa pada kepolosan dan keserakahan manusia.

Tuesday, August 4, 2015

Saat Aku Jatuh Cinta

Hati tak pernah menyeleksi di pintunya ketika datang asmara
Tak pernah menyangka suatu saat ia akan mampu menjadi luka
Apapun yang datang akan disambut suka
Tanpa sadar diri bisa jadi berduka

Ya.. Begitulah ketika tiba-tiba kamu yang datang
Iya..
Kamu!

Kamu mengendap pelan-pelan lewat aliran darahku
Melalui desah nafasku
Menyusup diam-diam ke sanubari, sambil mencuri hati

Kamu melebur dalam degub jantungku, menjadi aku yang satu

Secepat itu waktu berlalu
Kau pun menjadi aku
Aku menjadi kamu
Terikat dalam satu yang kita sebut dengan cinta

Wednesday, July 8, 2015

Catatan Hati P



Perempuan adalah pemenang! Kau mau tahu mengapa?

Sebab perempuan memiliki vagina!

Di majalah-majalah seks, vagina sering kali disebut Miss V. And you should know as well, V also stands for Victory. Kemenangan! Dan jika kau acungkan jari telunjuk serta jari tengahmu, keduanya juga membentuk huruf V. Simbol ini selalu dipakai untuk menunjukkan tanda perdamaian.

Jadi, vagina adalah perpaduan antara victory (kemenangan) serta kedamaian. Kalian, para lelaki, baru sudah merasa menang dan damai jika sudah bersenggama dengan perempuan.

Lantas, apa kalian tega tidak mendatangi kami, hingga sampai hati menggrebek tempat yang kalian sebut “pelacuran” hanya karena kalian ikut-ikutan sok suci dengan menjaga moralitas? Padahal, di sini kalian bisa merasa gagah dan tentram.

Kau sebut orang-orang seperti kami kotor?

Cuih!

Bukankah kalian membutuhkan kami?

Jadi siapa yang sebenarnya kalah?

***

Gincu merah menyala telah terpoles di bibir. Terang!

Kata induk semang kami, hal yang begitu lebih baik. Semakin merah semakin membara. Konon katanya, lelaki suka pada perempuan yang membara. Bergairah!

Semakin membara, semakin gampang lah aku merasa lelah. Harusnya kami bisa kenakan tarif jadi dua kali lipat! Hahahahahaha.....

Hei, apa yang kau pikir? Ya ya ya.. Pasti sesuatu hal yang aneh lah yang melintas di otakmu yang katanya moralis itu. Ayolah, tak usah berkelit! Sudah sering kulihat ekspresi orang-orang munafik sepertimu.

Kau anggap orang sepertiku kotor dan hina. Yah, mungkin tak sepenuhnya juga kau bersalah. Tapi kau pikir aku mau begini? Inilah cara cepat yang ku terapkan untuk mengisi perutku agar tetap hidup. Bukan hanya aku. Masih ada mulut-mulut kecil adikku yang menganga meminta makan. Kau tak tahu soal itu bukan?

Ok, kau tak mau tahu soal itu. Yang ingin kau tahu adalah bagaimana pelayananku di atas ranjang.

Kau tahu.. Aku sangat profesional dalam melayani. Hanya saja, republik sampah ini selalu mengingkari keberadaan orang-orang sepertiku. Atas nama kesucian dan moral, sejumlah organisasi keagamaan ramai-ramai sweeping, menggerebek tempatku dan teman-temanku berkumpul.

Cih! Pencitraan!

Seolah kalian tidak menyetujui adanya kemaksiatan di negara ini. Tapi buktinya, kalian terus saja menghampiri kami. Kalian pakai kami lagi, walau hanya untuk satu malam.

Ya sudahlah! Akui saja jika orang-orang seperti kami memang ada. Jika ada pengakuan, kami bisa jadi orang profesional yang bisa tetapkan tarif dari tenaga kami yang sudah kalian pakai. Jika ditanya, kami bisa katakan kalau kami bekerja di sektor penyediaan jasa.

Melacurkan diri pada lelaki hidung belang tak sekedar rebah di ranjang, lalu buka paha tinggi-tinggi. Please, kami lebih baik dari itu. Kami bisa lakukan request seperti apapun yang diinginkan pelanggan. Jadi sudah sewajarnya jika kami ingin hidup layak dengan “gaji” tetap dari pelanggan.

Pak Presiden, mungkin sudah saatnya Bapak juga mempertimbangkan kesejahteraan kami. Rakyat Bapak bukan hanya para tikus berdasi yang setiap hari menggerogoti uang negara. Rakyat Bapak juga bukan hanya para konglomerat yang memiliki sejumlah stasiun televisi dan bisnis properti. Justru kami lebih banyak membayarkan pajak untuk kesejahteraan para tikus berdasi dan konglomerat itu.

Sekian!