Tuesday, November 10, 2015

Batas

Aku seorang petugas di kamar mayat!

Tugasku sehari-hari adalah membersihkan tubuh-tubuh yang baru saja selesai meregang nyawa itu agar tidak terlalu cepat membusuk. Kumandikan mereka dengan lembut, kuberi wewangian, dan kubalut tubuh telanjang mereka agar tertutuplah segala keburukan.

Mayat-mayat itu kuperlakukan bak seorang raja. Bukan! Bukan karena aku merasa bergairah melihat tubuh-tubuh tanpa nyawa itu menjadi tak berdaya sehingga aku bisa melakukan apapun pada mereka seperti tiap kali aku melihat ketakberdayaan perempuanku sehabis kami bersenggama. Tapi aku sangat memuja kematian.

Jika kau mati, semua beban penanggungan dunia terlepas dari pundakmu. Kau akan kembali pada permulaan: ketiadaan.

Aku merindukan kematian. Kupikir rasanya akan lebih indah dibandingkan orgasme.

***
Lelaki di depanku ini bodoh! Dia merindukan kematian. Bah!

Apa yang kau tahu tentang mati selain ketiadaan? Kau pikir eksistensimu begitu saja melebur ketika kau mati? Tidak ada awal dan akhir setelah kau mati. Waktu serasa tak berbatas. Tak ada gelap, namun cahaya pun tak tampak. Kau masih ada. Namun kau tak tahu di mana. Kau hanya bisa merasakan kosong.

Itukah yang kau bilang lebih indah dari orgasme? What the hell?! Aku rela menukar nyawa kita asalkan masih bisa merasakan sensasi seks itu di lubang kemaluanku. Daripada berada di sini, aku tak tahu apa yang akan terjadi, dan apa yang harus dilakukan.

Kau tahu kalau menunggu itu membosankan?

Tak ada yang bisa kau lakukan. Berharap segera ada akhir, adalah satu-satunya hal yang bisa dilakukan ketika menunggu. Dan aku tak mau menghabiskan sisa hidup hanya dengan menunggu. Eh, sebentar! Aku kan sudah mati, tentu saja!
Aku merindukan kehidupan. Aku ingin kembali orgasme.

***
Dasar manusia!

Mereka tidak pernah bersyukur atas apa yang mereka dapatkan. Ada yang tak mensyukuri segala bentuk penghidupan, dengan demikian memilih mati. Namun ada juga yang terlalu mencintai hidup, sehingga lupa jika mereka akan mati.

Hidup dan mati hanya rangkaian perjalanan yang keduanya harus kau tempuh. Tak bisa kah kau mensyukurinya. Alih-alih menggerutu, kenapa tak kau maksimalkan saja amunisimu dalam menghadapi fase itu?

Tapi aku tak punya hak untuk menjustifikasi. Tuhan mengutusku hanya untuk menjalankan perintah-NYA, bukan untuk menilai manusia.


Hanya saja aku masih ingin tertawa pada kepolosan dan keserakahan manusia.

1 comment: