Monday, November 23, 2015

ADRIA

Ini entah kali ke berapa dia menangis...


CERITA SANG MUKENA

Selama dua minggu terakhir, pada tiap penghabisan raka'at, dia selalu sujud lebih lama dari biasanya. Bagaikan Bendungan Katulampa yang bocor di musim penghujan, airmata mengalir begitu deras. Serupa Jakarta, sajadah pun banjir. Aku, Sang Mukena, jadi ikutan basah kuyup.

Namun aku dan sajadah tahu, dia sedang bermohon pada Tuhan agar suaminya selalu diberi kesehatan dan dihindarkan dari marabahaya. Sudah dua minggu ini suaminya pergi berdinas. Dia tinggal sendirian di rumah. Tiada yang bisa dilakukannya selain hanya berserah pada Tuhan agar DIA menjaga dan menyelamatkan suaminya agar kembali pulang ke rumah.

Tiap kali dia berdoa tentang suaminya, aku rasakan Arsy Tuhan berguncang. Doa itu begitu lirih dan menghamba. Aku saja yang mendengarnya jadi ikut berdoa pada Tuhan agar DIA mau mengabulkan doa perempuan ini. Jika aku bernyawa dan menjadi istri seperti dia, aku pasti akan selalu memohon agar Tuhan selalu menjaga suamiku. Aku mengerti perasaannya lewat rembesan airmata yang terserap dalam pori-pori kainku.

Namanya Adria, dan dia sangat merindukan suaminya...


CERITA SI BANTAL

Selama dua minggu terakhir, pada tiap malam yang menjelang, dia sudah berbaring di atas ranjang. Biasanya ranjang itu akan ditiduri oleh dia dan suaminya. Namun kali ini suaminya pergi berdinas, sehingga dia tidur sendirian di ranjang itu.

Dia menangis dalam kesendiriannya. Dalam tangis itu, dia memelukku, Si Bantal. Airmatanya tumpah ruah membasahiku. Dia tak peduli jika kain pembungkusku baru saja diganti, dan kini harus kotor lagi. Wangi parfum hasil laundry kiloan itu akhirnya tersapu dan hilang.

Aku, guling, dan ranjang tahu, dia merindukan suaminya. Biasanya dia selalu mengabaikanku dan guling karena selalu dipeluk dan memeluk mesra suaminya. Sesekali mereka bercinta dengan hebat, aku dan guling selalu tersingkir jatuh ke bawah. Seprai pun menjadi morat-marit seperti habis kalah perang.

Tapi kini dia memelukku, teringat pada suaminya. Selama dia memelukku, aku bisa mendengar bisikannya yang masih berdoa pada Tuhan agar suaminya diberi keselamatan dan kesehatan, agar bisa kembali pulang ke rumah. Jika aku bernyawa dan menjadi seperti dia, aku juga akan berdoa pada Tuhan agar selalu menjaga suamiku. Aku mengerti perasaannya lewat rembesan airmata yang terserap dalam pori-pori kainku.

Namanya Adria, dan dia sangat merindukan suaminya...


CERITA SEEKOR CICAK

Selama dua minggu terakhir, pada tiap hari yang kuhabiskan dengan berburu nyamuk di kamar ini, aku melihat dia menangis. Kamar ini dulunya sangat ramai. Tak hanya oleh suaraku, melainkan tawa riang ketika dia dan suaminya saling bercerita dan bercanda. Jika malam tiba, suasana lebih gila lagi karena ada desah-desah dan erangan liar. Mereka selalu bermandi peluh, namun kemudian tersenyum dan tertawa lagi.

Tapi kali ini dia menangis karena suaminya sedang pergi berdinas. Wajahnya yang dulu bersemu merah kini jadi pucat. Dia merasa sunyi sekali berada di kamar sebesar ini sendirian. Setiap malam kadang kulihat dia menatap layar smartphone, berbincang lewat video call dengan suaminya. Namun itu tetap tak mampu mengembalikan senyum manisnya.

Ketika aku merayap di dinding yang dekat dengannya, aku bisa mendengar gumam lirihnya yang terus berdoa pada Tuhan agar suaminya dijauhkan dari segala hal yang dapat membahayakan keselamatannya. Dia selalu berdoa pada Tuhan agar suaminya bisa pulang ke rumah secepat mungkin. Jika aku menjadi dia, aku pun pasti akan berdoa pada Tuhan agar selalu menjaga suamiku. Aku mengerti perasaannya, karena aku pernah mengecap asin airmatanya yang jatuh ke lantai.

Namanya Adria, dan dia sangat merindukan suaminya...

No comments:

Post a Comment